Gadget: Kekuatan yang Melemahkan
Kemarin saya kena macet dalam perjalanan dari Semarang menuju Jogja. Si driver sudah mengambil jalan lain (memutar) yang diharapkan dapat menyelamatkan kami dari kemacetan, tetapi sama saja, jalan kecil itu pun penuh dengan kendaraan. Kalau saya hitung, perjalanan dari Semarang ke sampai ke rumah Mertua saya di Jogja kemarin kami tempuh dalam waktu 5 jam 45 menit.
Di tengah kebosanan saya, sambil sesekali ngobrol (atau menengok obrolan) melalui whatsapp dengan teman grup (namanya grup prajurit bangkotan) atau menelepon suami untuk melaporkan kondisi terkini perjalanan saya, saya iseng memperhatikan orang-orang di dalam kendaraan yang saya tumpangi. Hanya dua aktivitas yang dilakukan, kalau ga tidur ya main hape.
Saya jadi teringat sepuluh tahun yang lalu, waktu menempuh rute yang sama, dan kena macet yang menyebabkan perjalanan kami tempuh sampai 5 jam. Waktu itu macetnya disebabkan karena ada pohon tumbang yang tak dapat dievakuasi dengan segera karena cuaca buruk. Berbeda dengan saat ini, waktu itu di dalam bis terjadi aktivitas ngobrol yang panjang lebar antar penumpang, tak terkecuali saya. Seorang bapak di samping saya menceritakan tentang anak-anaknya (beliau usia muda sudah menikah, umur 20, dan anak-anaknya sekarang - saat beliau bercerita pada saya - sudah berkuliah bahkan ada yang sudah menikah). Sang bapak juga memberi wejangan-wejangan untuk saya hehehe...
Saat ini, di dalam perjalanan yang ditempuh cukup lama, tidak ada satu pun penumpang yang saling ngobrol. Saya sendiri jadi merasa kurang sreg juga untuk mengajak orang di sebelah saya mengobrol, takutnya malah dicuekin atau dijutekin (ah, penuh prasangka rupanya).
Dan ternyata, tak cuma perjalanan yang diisi dengan gadget. Bahkan saat kumpul keluarga pun masing-masing orang membawa gadgetnya. Proporsi perhatian pada gadget dibanding dengan obrolan bisa 50% - 50% atau bahkan lebih banyak melihat gadget dari pada orang yang ada di dekatnya.
Dan ternyata, tak cuma perjalanan yang diisi dengan gadget. Bahkan saat kumpul keluarga pun masing-masing orang membawa gadgetnya. Proporsi perhatian pada gadget dibanding dengan obrolan bisa 50% - 50% atau bahkan lebih banyak melihat gadget dari pada orang yang ada di dekatnya.
Baru-baru ini ada salah satu kerabat saya, sebut saja namanya Mas Agni, yang mengunggah foto sebuah keluarga di meja sebuah restoran. Keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan seorang anak lelaki. Foto yang diambil mas Agni itu menunjukkan aktivitas para anggota keluarga tersebut di meja makan, yang masing-masing menunduk memperhatikan gadget mereka.
Ah, saat melihat foto itu ada perasaan 'menyayangkan' dalam diri saya. Apabila kejadian sebenarnya sama seperti yang ada di bayangan saya (bahwa mereka memang satu keluarga), maka sungguhlah menyedihkan. Zaman sekarang, ketika hampir seluruh waktu tersita oleh pekerjaan dan transportasi (orang bilang: sampai tua di jalan), ketika waktu untuk bersama keluarga hanya sebanyak waktu untuk braking news di televisi swasta, maka sangatlah eman-eman jika kesempatan untuk berkumpul dengan orang-orang terkasih dilewatkan begitu saja dengan lebih memperhatikan orang-orang di dunia maya.
Waktu melihat foto itu, saya langsung teringat pada suami saya, yang pernah menyita tablet saya. Ketika itu pulang kantor, saya masih sibuk menulis sebuah artikel dan ide saya bertebaran di otak sehingga saya merasa perlu untuk menuangkanya segera, ketimbang lupa. Saat ini saya sadar, betapa menyedihkannya hal itu, menukar kesempatan untuk mendengarkan cerita-cerita suami dengan ide yang sesungguhnya dapat muncul atau dicari kembali. Beruntung saya punya suami yang mau mengerti dan tak henti memberi pengertian pada saya.
Gadget memang hasil dari kepandaian manusia. Orang-orang yang memiliki kepandaian luar biasa dapat membuat barang yang dulu dirasa mustahil. Namun sayangnya, kekuatan komunikasi melalui gadget malah melemahkan komunikasi yang sesungguhnya sangat perlu. Kita dapat asyik mengobrol dengan orang di dunia maya yang belum tentu asli (bisa ngaku-ngaku orang padahal robot), sementara mengacuhkan orang yang hadir di dekat kita.
Tidak ada yang lebih menyayangi kita dari pada keluarga kita. Kita berjuang dan bekerja juga untuk mereka. Tidak sepantasnya jika kita mengambil hal yang sesungguhnya paling mereka butuhkan dari kita, yaitu waktu dan kesempatan untuk saling mencurahkan kasih sayang.
Komentar
Posting Komentar