Jadi, marah? mutung? ngamuk? ngampleng?

Haduh,, baca berita dua hari ini, sedih betul saya. Ada pejabat pukul pramugari, ada penumpang KRL pukul pemeriksa tiket, ada juga Arya Wiguna dekati Indah Sari (ini sih berita yang ga penting, bikin bete aja kenapa masih ada aja berita kayak gini hari gini).

Sebenarnya yang mau saya bahas adalah kasus kekerasan (tidak saya masukkan kata-kata "terhadap perempuan, oleh laki-laki", soalnya bukan gendernya yang mau dibahas).

Berita pertama,

tentang pemukulan pramugari (kita sebut saja mbak Febry) oleh seorang pejabat (yang namanya Zakaria, kita sebut saja mas Jaka), gara-gara mas Jaka diminta untuk mematikan ponselnya oleh mbak Febry saat di dalam pesawat. Sayangnya mas Jaka emosi dan melakukan tindak kekerasan pada mbak Febry (yang menurut berita langsung mengambil langkah seribu alias menjauh dari mas Jaka tapi dikejar kemudian lagi-lagi dipukul).

Belum saya ketahui (di berita-berita belum disebutkan) apa persisnya yang dikatakan oleh mbak Febry kepada mas Jaka, dan bagaimana mbak Febry mengatakannya (pemilihan kata dan cara penyampaian yang kurang baik dapat juga menimbulkan emosi negatif dari si penerima pesan), tetapi, bagaimana pun, mbak Febry itu menyampaikan pesan yang benar (benar = sesuai aturan). Otomatis, pelaku kekerasan, si Mas Jaka, tidak dapat dibenarkan dan harus ditangkap (sudah dilakukan oleh kepolisian Riau). Upaya damai sudah dilakukan oleh mas Jaka tapi sepertinya sudah terlambat. Mbak Febry enggan kompromi.


Lalu kenapa ya seseorang yang adalah pemimpin (mas Jaka ini menjabat posisi kepala lho di suatu instansi) sampai memukul pramugari? Padahal dia diberitahu tentang hal yang benar. Ada beberapa alternatif yang mungkin terjadi pada mas Jaka:

1. Konsep diri yang keliru

Konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan mengenai diri kita, apa yang kita pikirkan tentang pendapat orang lain mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita inginkan. Mungkin, ada kekeliruan nih sama konsep diri mas Jaka. Sebagai pejabat, penilaian mas Jaka terhadap dirinya mungkin berlebihan, (selalu benar, tidak boleh dibantah, dibantah adalah hal yang memalukan bagi seorang pejabat, dan lain-lain). 
Nah karena mas Jaka malu, (ditegur pramugari di muka umum sangat mencoreng harga dirinya sebagai pejabat - harga diri adalah salah satu komponen konsep diri) maka mas Jaka mengambil tindak kekerasan. Bayangkan jika harga diri anda diinjak-injak, anda mungkin juga tidak bisa terima. Sayangnya, karena konsep yang keliru, mas Jaka ini jadinya tersinggung sama hal yang sebenarnya tidak menyinggung.

2. Pengalaman masa lalu
Mungkin saja mas Jaka punya pengalaman masa lalu yang buruk, pernah menerima tindak kekerasan akibat perilakunya, atau ia pernah melihat atau mengetahui bahwa orang-orang yang menjadi panutannya melakukan tindak kekerasan. Kemudian mas Jaka kecil belajar bahwa perilaku yang benar bila merasa diganggu adalah dengan melakukan tindak kekerasan. Hal tersebut kemudian membentuk perilaku mas Jaka sampai dengan sekarang ini.

3. Gangguan Emosi

(nah kalau benar ini penyebabnya, mas Jaka sepertinya harus menjalani terapi).

Berita kedua,

tentang petugas pemeriksa tiket KRL yang dipukuli oleh lima orang penumpang lantaran ditanya tiketnya oleh petugas. Empat dari 5 orang tersebut tidak memiliki tiket dan 1 orang lagi memiliki tiket yang tidak sesuai. Pemeriksa tiket dipukul hingga tersungkur di lantai kereta, kemudian kelima orang tersebut kabur dengan melompat keluar kereta lalu lari.

Mungkinkah harga tiket KRL terlalu mahal sehingga ada sebagian masyarakat yang tidak mampu membayarnya?

Entahlah. Tetapi tindak kekerasan tetap tidak dapat dibenarkan. Penjelasannya bisa dari perspektif teori behavioristik. Perilaku kekerasan yang sering dilihat, baik dari lingkungan sosial mau pun media (lalu perilaku tersebut dihargai secara positif - label jagoan dll), dapat menjadi penyebab seseorang belajar menjadi agresif kemudian pada akhirnya menjadi agresif. Sekarang ini, media menyajikan banyak tindak kekerasan yang dikemas dalam sinetron, film, infotainment maupun berita lain. Penayangannya pun mendominasi jam tayang stasiun televisi. Ada perkelahian, pemukulan, adu mulut dan lain-lain.

Selain kedua berita di atas, masih  ada berita lain tentang kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia. Penjara Cebongan, Pemotongan alat kelamin dan Penembakan Tito Kei. Penyelesaian masalah dengan kekerasan merupakan alternatif yang dapat muncul di benak seserang bila ia sudah pernah memiliki pengalaman tentang kekerasan (baik dialami sendiri, melihat orang lain melakukan, maupun ditanamkan melalui pendidikan). Mudah-mudahan ke depannya pihak KPI dapat lebih ketat menyaring tayangan apa yang pantas ditayangkan di televisi, dan orangtua lebih waspada tentang apa yang ditonton atau dilihat oleh anak-anaknya.

========================================================================

Daftar Bacaan
Burns, D. D. (1993). Ten Days to Self-Esteem. New York: Quill. 1999. Revised edition


Sumber Gambar
1. www.colourbox.com
2. www.flickr.com
3. www.123rf.com

Komentar

  1. lebih tega manakah kita antara orang membunuh dihukum dibunuh hukuman itu bikin orang takut ,atau orang membunuh dihukum dipnjara tp sering bikin orang g takut tp malah trjadi banyak pembunuhan n penyiksaan

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ice Breaking Game

Tangkap Jari

Rahasia Kesuksesan Yusuf