Pengamen 45
Tuan, nyonya, om, tante,
Selamat datang di bus 45
Kami disini ingin menyanyi menghibur om tante.
Tidak salah mencari rejeki dengan cara seperti ini.
kami pun bosan menjadi seperti ini
lapar, om tante.
mungkin anda tidak pernah merasakannya, ya, om tante
sakit
sisihkanlah rejeki om tante
untuk kami membeli makan
dari pada kami mencuri
lebih baik seperti ini
om tante tidak akan miskin
jika memberi seratus dua ratus
dari pada kami yang merogoh ke kantong om tante
Jangan anda pura-pura tidur
atau pura-pura smsan
awas hape hilang dompet melayang jadi ga bisa pulang
Itu sepenggal (kira-kira) ucapan dari pengamen (yang tidak membawa alat musik apa pun, menyanyi datar seperti bicara, cuma sebentar menyanyi, yang lama pidatonya), di dalam bis 45 yang lagi ngetem di perempatan cawang. Saya selama sebulan ini akan terus naik bis itu karena ada diklat di cawang. Pengamen di bis itu ada dua orang, usianya saya taksir belum genap 20 tahun. Mengenakan baju (bahkan sampai kelihatan dalamannya dari depan (warna kuning, ckckck), rambut berminyak, gelng-gelang tali dan silver serta kuku-kuku yang agak hitam, dua remaja itu mulai bicara di bis.
Saya tidak pernah meremehkan hidup yang mereka jalani atau penderitaan yang mereka hadapi. Masa lalu mereka juga tidak saya ketahui. Namun dari ucapan yang saya tangkap di bis tadi, ada hal dari mereka yang membuat saya merasa penderitaan mereka tidak akan berakhir jika mereka terus-terusan seperti itu. Cara pandang.
1. Terhadap kemiskinan
Dua orang tadi memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang given, tak dapat diubah. Orang yang kaya sudah terlahir kaya dan yang miskin terlahir miskin. Orang kaya tak bisa miskin, yang miskin tak bisa kaya.
2. Terhadap apa yang lebih baik dilakukan
Lebih baik (maksa) minta duit di bis dari pada nyolong atau ngrogoh kantong orang. Okay, memang kalau perbandingannya itu. Yang satu kriminal, yang satu bukan. Tapi kalau begitu cara pikirnya, mereka akan selalu minta maksa di bis. Kenapa perbandingannya tidak diganti menjadi, misalnya, lebih baik kerja nyapu-nyapu dari pada minta orang kasih uang di bis dengan kata-kata yang mengandung ancaman.
Sekali lagi, saya belum pernah merasakan penderitaan mereka. Tetapi, setiap orang punya penderitaan sendiri. Nah, usaha masing-masing lah yang menentukan bagaimana kita bisa lepas dari penderitaan itu.
Selamat datang di bus 45
Kami disini ingin menyanyi menghibur om tante.
Tidak salah mencari rejeki dengan cara seperti ini.
kami pun bosan menjadi seperti ini
lapar, om tante.
mungkin anda tidak pernah merasakannya, ya, om tante
sakit
sisihkanlah rejeki om tante
untuk kami membeli makan
dari pada kami mencuri
lebih baik seperti ini
om tante tidak akan miskin
jika memberi seratus dua ratus
dari pada kami yang merogoh ke kantong om tante
Jangan anda pura-pura tidur
atau pura-pura smsan
awas hape hilang dompet melayang jadi ga bisa pulang
Itu sepenggal (kira-kira) ucapan dari pengamen (yang tidak membawa alat musik apa pun, menyanyi datar seperti bicara, cuma sebentar menyanyi, yang lama pidatonya), di dalam bis 45 yang lagi ngetem di perempatan cawang. Saya selama sebulan ini akan terus naik bis itu karena ada diklat di cawang. Pengamen di bis itu ada dua orang, usianya saya taksir belum genap 20 tahun. Mengenakan baju (bahkan sampai kelihatan dalamannya dari depan (warna kuning, ckckck), rambut berminyak, gelng-gelang tali dan silver serta kuku-kuku yang agak hitam, dua remaja itu mulai bicara di bis.
Saya tidak pernah meremehkan hidup yang mereka jalani atau penderitaan yang mereka hadapi. Masa lalu mereka juga tidak saya ketahui. Namun dari ucapan yang saya tangkap di bis tadi, ada hal dari mereka yang membuat saya merasa penderitaan mereka tidak akan berakhir jika mereka terus-terusan seperti itu. Cara pandang.
1. Terhadap kemiskinan
Dua orang tadi memandang kemiskinan sebagai sesuatu yang given, tak dapat diubah. Orang yang kaya sudah terlahir kaya dan yang miskin terlahir miskin. Orang kaya tak bisa miskin, yang miskin tak bisa kaya.
2. Terhadap apa yang lebih baik dilakukan
Lebih baik (maksa) minta duit di bis dari pada nyolong atau ngrogoh kantong orang. Okay, memang kalau perbandingannya itu. Yang satu kriminal, yang satu bukan. Tapi kalau begitu cara pikirnya, mereka akan selalu minta maksa di bis. Kenapa perbandingannya tidak diganti menjadi, misalnya, lebih baik kerja nyapu-nyapu dari pada minta orang kasih uang di bis dengan kata-kata yang mengandung ancaman.
Sekali lagi, saya belum pernah merasakan penderitaan mereka. Tetapi, setiap orang punya penderitaan sendiri. Nah, usaha masing-masing lah yang menentukan bagaimana kita bisa lepas dari penderitaan itu.
Komentar
Posting Komentar