Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2014

Sahabat Lama Ketemu Lagi

Belum lama ini saya bertemu kembali dengan sahabat lama saya. Terimakasih untuk facebook tentu saja yang membuat saya dapat menemukannya kembali. Sahabat itu, sebut saja namanya Jo, adalah teman sekolah saya masa SMP tahun 1996 sampai 1999 di Dili. Perpisahan Timor Leste dari Indonesia membuat saya kehilangan kabarnya. Memang, sekali waktu di tahun 2005 saya sempat mendengar suaranya di telepon saat dia kuliah di Bandung, tapi setelah itu dia entah kemana. Ada yang bilang dia kuliah di Amerika, ada yang bilang dia pulang ke Timor Leste. Sewaktu facebook mulai marak, saya sempat mencari dengan mengetik semua kemungkinan namanya, tetapi tidak ketemu. Saya malah ketemu dengan adiknya. Saat saya tanyakan dimanakah kakaknya, si adik tidak membalas pertanyaan saya itu. Ya sudah, saya pikir, suatu saat pasti ketemu. Benar saja, saat beberapa teman saya melakukan obrolan di kolom koment salah satu foto teman fb saya tanggal 14 Februari 2014 kemarin, saya melihat ada akun atas nama si J

Tidak Ada Sahabat Sejati

"Tidak ada sahabat sejati, tidak ada pula musuh sejati. Yang sejati hanyalah kepentingan." Itu salah satu kuote yang pernah saya dengar dari bapak saya. Dulu waktu saya masih kecil, saya suka mengikuti pembicaraan orang-orang dewasa (walaupun kalau ketahuan bapak sering dimarahi dan disuruh menyingkir), memperhatikan bagaimana seriusnya ekspresi mereka ketika berbicara, dan ikut manggut-mangut walaupun tidak mengerti artinya. Saya termasuk orang yang percaya sahabat sejati, sampai saat ini pun begitu. Bahkan di masa remaja, saya ekstrim tidak setuju terhadap kuote di atas. Apa-apaan itu? Saya punya sahabat, bisa saya percaya. Lalu kenapa harus ada kuote itu? Tapi seiring berjalannya waktu, semakin dewasa saya, lama-lama saya mengerti juga maksudnya. Kuote itu mau bilang, sahabat akan terus menjadi sahabat selama ada kepentingan yang terakomodasi dari pertemanan itu. Sahabat bisa menjadi musuh bila ada perbedaan kepentingan, atau bila terdapat persaingan kepentingan.

Pergi Ke Jogja

Gambar
Di bulan Desember 2013 saya dan suami berlibur ke Jogjakarta menggunakan kereta api. Saya tidak suka udara yang dingin, jadi saya mengenakan jaket, syal dan masker untuk menutup hidung saya. Saat tidur, saya juga tidak suka ada cahaya terang, tapi ga mungkin kan saya mematikan lampu di gerbong kereta. Ahlasil saya mendapatkan ide menutup mata saya dengan tissue kemudian mengganjalnya dengan kacamata. Kembali suami saya usil mengambil gambar saya sedang tidur dengan properti-properti yang tidak biasa itu .

Granny Smith

Gambar
Ada game di android yang saya suka, itu Granny Smith. Ceritanya tentang seorang nenek yang punya kebun apel, tapi kemudian ada pencuri yang mengambil apel di kebunnya. Nah, nenek ini dengan naik sepatu roda berusaha menyelamatkan apel, mendahului pencuri itu. Suatu ketika di musim hujan ini, saya dan suami harus pergi ke jakarta karena ada urusan penting. Saya yang tidak begitu suka dengan udara dingin berpakaian serba tertutup, mulai dari syal, coat, sampai membawa payung besar. Dasar suami saya usil, dia mengambil foto saya waktu kami lagi menunggu kereta di stasiun Juanda, dengan sebelumnya menyuruh saya menurunkan sedikit kaca mata saya ke ujung hidung. Dan sambil tertawa dia mengatakan bahwa saya mirip dengan granny smith. ckckck

Cuci piring di kontrakan

Gambar
Sejak menikah, saya dan suami tinggal di rumah kontrakan di daerah depok. Namanya juga rumah kontrakan, saya tidak bisa berharap banyak. Salah satu yang menurut saya agak memusingkan adalah tidak adanya tempat cuci piring di dalam rumah. Alhasil  kalau cuci piring harus di kran belakang rumah. Saya ini kan orang yang tidak tahan panas. Suatu ketika, saya dengan terpaksa harus mencuci piring di siang hari. Di belakang rumah yang panasnya sangat itu, tidak ada payung atau lain-lainnya yang dapat melindungi wajah saya dari sengatan matahari. Jadilah saya menggunakan topi lebar yang dulu pernah saya pakai untuk foto pre wedding. Maksudnya, agar kulit muka saya terlindungi dan kepala saya tidak pusing karena kepanasan. Namun ternyata, suami saya menertawakan tingkah saya. Dia kemudian mengambil foto saat saya sedang mencuci piring. Saya terus terang protes. Tetapi saat saya lihat, ternyata saya pun menertawakan diri saya. Lain musim panas lain pula musim hujan. Musim hujan yang basa

Lagi-lagi bus 45

Gambar
Penampilan dan presentasi memang penting untuk mendapatkan atensi orang, bahkan sampai mendapatkan apa yang kita minta. Ini pengalaman saya di dalam bus 45 sore ini. Bus Peninggalan Jepang Bus 45 ini agak berbeda dari bus lain di Jakarta, besar dan pintunya lebar. Menurut info di forum detik, ini bus peninggalan Jepang. Susunan bangku di bus ini agak lain. Di sisi belakang supir ada tempat duduk untuk dua orang seperti di bus pada umumnya, sedangkan di sisi sebelah kiri bus itu tempat duduknya memanjang, seperti di angkot. Saya duduk di bangku yang memanjang, yang berada di antara pintu depan dan tengah. Sementara bis masih  ngetem , ada seorang bapak penjual jeruk yang menawarkan dagangannya (satu harganya dua ribu). Bapak penjual itu mulai dari bagian depan, tempat di mana saya duduk. Karena tidak ada penumpang yang berdiri dan saya duduk di bangku yang menghadap ke samping, saya dapat memandang ke seluruh penjuru bus tanpa menoleh secara berlebihan. Ada beberapa orang yang m

Pengamen 45

Tuan, nyonya, om, tante,  Selamat datang di bus 45 Kami disini ingin menyanyi menghibur om tante. Tidak salah mencari rejeki dengan cara seperti ini. kami pun bosan menjadi seperti ini lapar, om tante.  mungkin anda tidak  pernah merasakannya, ya, om tante sakit  sisihkanlah rejeki om tante untuk kami membeli makan dari pada kami mencuri lebih baik seperti ini om tante tidak akan miskin jika memberi seratus dua ratus  dari pada kami yang merogoh ke kantong om tante Jangan anda pura-pura tidur atau pura-pura smsan awas hape hilang dompet melayang jadi ga bisa pulang Itu sepenggal (kira-kira) ucapan dari pengamen (yang tidak membawa alat musik apa pun, menyanyi datar seperti bicara, cuma sebentar menyanyi, yang lama pidatonya), di dalam bis 45 yang lagi ngetem di perempatan cawang. Saya selama sebulan ini akan terus naik bis itu karena ada diklat di cawang. Pengamen di bis itu ada dua orang, usianya saya taksir belum genap 20 tahun. Mengenakan baju (bahkan sampai ke

Curhat aaah: Ikutan Diklat Auditor

Gambar
Hari ini ceritanya saya (diwajibkan) ikut diklat pembentukan auditor. Ada beberapa hal yang membuat saya kurang berminat mengikuti diklat ini, sebenarnya. Nah, di tengah-tengah ke- ogah-ogah -an saya itu, saya harus tetap berangkat diklat di suatu tempat yang belum pernah saya datangi sebelumnya. Yang bikin tambah males  tentu saja, komuterline yang ganteng banget pagi ini (satu kereta mogok di citayam menyebabkan amburadulnya jadwal maupun fantastisnya jumlah penumpang pada suatu waktu) dan cuaca yang mendung hujan unyu-unyu. Baiklah, singkat cerita saya sampai juga di tempat diklat. Melalui perjuangan yang tidak biasa, saya sampai di sana dengan telat dan tentu saja selamat. Tempat duduk sudah ditentukan, materi diklat dan alat tulis telah tersedia, dan dosen sudah memulai diklatnya dengan bersahaja. Mata saya langsung tertuju pada judul buku yang ada di hadapan saya: administrasi keuangan, pedoman pelaksanaan anggaran, dan kode etik audit. Oh no! Tapi kemudian saya mem