Wawancara Psikologi
Hari ini ada teman saya yang datang mengunjungi saya, untuk menanyakan tentang wawancara psikologi. Kebetulan saat ini dia sedang mengikuti seleksi pegawai di salah satu organisasi yang baru berdiri, sebut saja OJK, dan sudah sampai di tahap seleksi ke 4 yaitu Wawancara Psikologi yang akan berlangsung senin mendatang (tahap 1 seleksi administrasi, tahap 2 tes kemampuan dasar, tahap 3 psikotes).
Teman saya ini menanyakan apa saja yang biasanya ditanyakan di wawancara psikologi, apakah nanti ada pertanyaan tricky yang dari sana dapat diungkap hal-hal tertentu tanpa kita sadari, apakah wawancara ini berkaitan dengan hasil tes sebelumnya (psikotes), bagaimana merancang jawaban yang tepat sesuai keinginan pewancara, dan lain-lain.
Hal pertama yang saya sampaikan tentu saja (sama seperti yang sudah-sudah setiap kali ada yang bertanya), bahwa kita tetap harus menjadi diri sendiri. Apabila kita sesuai dengan syarat-syarat yang diminta, maka kita akan lolos. Jika tidak, maka tidak akan lolos.
Maksudnya, setiap pekerjaan pasti membutuhkan orang-orang dengan ciri tertentu agar dapat melaksanakannya dengan baik. Misalnya, auditor, butuh orang-orang yang berkemampuan fisik kuat, teliti, sanggup bekerja dibawah tekanan dan deadline, dan lain-lain. Apabila kita tidak memilikinya (misal kita sebenarnya bukan orang yang teliti atau yang mampu bekerja di bawah tekanan), namun kita mempresentasikan diri sebagai orang yang seperti itu (lalu juga merekayasa tes dengan berlatih terlebih dahulu dan lain-lain -ugh jangan sampai), maka di pekerjaan itu nantinya kita tidak akan merasa bahagia, atau juga, kita tidak dapat memberikan performa terbaik yang sebenarnya diharapkan oleh organisasi. Hal itu akan berujung pada kerugian organisasi dan tentu saja kerugian pada diri kita sendiri (misal, kita bisa saja mengalami stres).
Tetapi, secara umum ada hal-hal yang dibutuhkan di pekerjaan mana pun yang berhubungan dengan orang lain atau organisasi. Apabila kita tidak memiliki hal-hal umum tersebut kita tetap harus berlatih untuk bisa seperti itu kalau kita mau bekerja di dalam organisasi. Misalnya: kesopanan, kemampuan komunikasi, respect, integritas, problem solving dan desicion making serta yang lain-lain semacamnya. Nah, ini harus kita latih tidak hanya untuk menghadapi wawancara, namun juga di dalam pekerjaan itu sendiri. Pewawancara jelas akan mengukur kualitas ini.
Kesopanan terlihat dari kesan pertama, misalnya cara berpakaian, sikap saat bertemu pewawancara, juga pemilihan kata yang sopan. Memang ini terkesan agak subjektif misalnya yaa,,yang rapi itu seperti apa, pemilihan kata yang sopan itu bagaimana, dan lain-lain. Karena itu gunakanlah norma kesopanan pada umumnya, misalnya, mengenakan pakaian wajar (tidak lebay, tidak mini, tidak terlalu ketat), lalu tidak mengeluarkan kata-kata yang berpotensi menimbulkan ketersinggungan (misal mengomentari pewawancara: wah senang ketemu Ibu, baju ibu terang sekali).
Untuk kemampuan komunikasi dan respect, yang harus dilakukan adalah kita harus berlatih untuk dapat berbicara dengan tenang, tidak terburu-buru, menampilkan ekpresi ramah dan terbuka, pemilihan katanya harus tepat dan formal namun tidak kaku. Jawablah apa yang ditanyakan, tidak bertele-tele, apalagi malah balik bertanya pada pewawancara (no!) kecuali untuk memperjelas apa yang pewawancara tanyakan (memperjelas ya, bukan mengulang. Misalnya, jika pewawancara bertanya, "apa pengalaman yang anda anggap buruk?" lalu kita perjelas dengan "pengalaman buruk dalam pekerjaan, atau dalam kehidupan sehari-hari, Bu/Pak?").
Untuk problem solving dan decision making, kemungkinan besar pewawancara akan menanyakan kemungkinan-kemungkinan tertentu (menyajikan sebuah situasi fiktif) kemudian kita diminta menunjukkan sikap kita bila berada di dalam situasi tersebut.
Untuk yang lainnya, kita perlu mengetahui apa requirement dari pekerjaan yang kita tuju, lalu kita menampilkan kualitas terbaik yang ada dalam diri kita (ingat, yang ada dalam diri kita). Karena ini wawancara psikologi, maka tidak akan ada hal teknis yang akan diungkap di sini seperti -untuk pekerjaan auditor- saya jago audit, teori-teori audit sudah saya kuasai semua dan lain-lain. Jelas yang akan digali adalah hal-hal yang bersifat psikologis, seperti nilai-nilai, minat, sikap dan kepribadian.
Pewawancara tidak hanya memberikan penilaian berdasarkan jawaban. Sikap, tingkah laku, kecenderungan, pemilihan kata dan lain-lain akan menjadi faktor-faktor yang memberi kontribusi pada penilaian secara keseluruhan.
Mengenai apakah ada hubungannya wawancara ini dengan hasil tes sebelumnya, saya mengungkapkan pendapat pribadi saya kepada teman saya itu. Menurut saya, proses seleksi biasanya memakan biaya besar sehingga kalau bisa tes dibuat seefisien mungkin. Apabila sebuah kualitas sudah dapat tergali dari satu tahap (yang membuat sebagian peserta gugur dan sebagiannya lagi lolos), maka hal tersebut tidak akan diukur lagi di tahap berikutnya. Tahap berikutnya dilaksanakan tentu untuk menggali kualitas lain yang belum digali di tahap sebelumnya.
Ya,, mudah-mudahan teman saya mendapatkan yang terbaik untuk dia :)
Teman saya ini menanyakan apa saja yang biasanya ditanyakan di wawancara psikologi, apakah nanti ada pertanyaan tricky yang dari sana dapat diungkap hal-hal tertentu tanpa kita sadari, apakah wawancara ini berkaitan dengan hasil tes sebelumnya (psikotes), bagaimana merancang jawaban yang tepat sesuai keinginan pewancara, dan lain-lain.
Hal pertama yang saya sampaikan tentu saja (sama seperti yang sudah-sudah setiap kali ada yang bertanya), bahwa kita tetap harus menjadi diri sendiri. Apabila kita sesuai dengan syarat-syarat yang diminta, maka kita akan lolos. Jika tidak, maka tidak akan lolos.
Maksudnya, setiap pekerjaan pasti membutuhkan orang-orang dengan ciri tertentu agar dapat melaksanakannya dengan baik. Misalnya, auditor, butuh orang-orang yang berkemampuan fisik kuat, teliti, sanggup bekerja dibawah tekanan dan deadline, dan lain-lain. Apabila kita tidak memilikinya (misal kita sebenarnya bukan orang yang teliti atau yang mampu bekerja di bawah tekanan), namun kita mempresentasikan diri sebagai orang yang seperti itu (lalu juga merekayasa tes dengan berlatih terlebih dahulu dan lain-lain -ugh jangan sampai), maka di pekerjaan itu nantinya kita tidak akan merasa bahagia, atau juga, kita tidak dapat memberikan performa terbaik yang sebenarnya diharapkan oleh organisasi. Hal itu akan berujung pada kerugian organisasi dan tentu saja kerugian pada diri kita sendiri (misal, kita bisa saja mengalami stres).
Tetapi, secara umum ada hal-hal yang dibutuhkan di pekerjaan mana pun yang berhubungan dengan orang lain atau organisasi. Apabila kita tidak memiliki hal-hal umum tersebut kita tetap harus berlatih untuk bisa seperti itu kalau kita mau bekerja di dalam organisasi. Misalnya: kesopanan, kemampuan komunikasi, respect, integritas, problem solving dan desicion making serta yang lain-lain semacamnya. Nah, ini harus kita latih tidak hanya untuk menghadapi wawancara, namun juga di dalam pekerjaan itu sendiri. Pewawancara jelas akan mengukur kualitas ini.
Kesopanan terlihat dari kesan pertama, misalnya cara berpakaian, sikap saat bertemu pewawancara, juga pemilihan kata yang sopan. Memang ini terkesan agak subjektif misalnya yaa,,yang rapi itu seperti apa, pemilihan kata yang sopan itu bagaimana, dan lain-lain. Karena itu gunakanlah norma kesopanan pada umumnya, misalnya, mengenakan pakaian wajar (tidak lebay, tidak mini, tidak terlalu ketat), lalu tidak mengeluarkan kata-kata yang berpotensi menimbulkan ketersinggungan (misal mengomentari pewawancara: wah senang ketemu Ibu, baju ibu terang sekali).
Untuk kemampuan komunikasi dan respect, yang harus dilakukan adalah kita harus berlatih untuk dapat berbicara dengan tenang, tidak terburu-buru, menampilkan ekpresi ramah dan terbuka, pemilihan katanya harus tepat dan formal namun tidak kaku. Jawablah apa yang ditanyakan, tidak bertele-tele, apalagi malah balik bertanya pada pewawancara (no!) kecuali untuk memperjelas apa yang pewawancara tanyakan (memperjelas ya, bukan mengulang. Misalnya, jika pewawancara bertanya, "apa pengalaman yang anda anggap buruk?" lalu kita perjelas dengan "pengalaman buruk dalam pekerjaan, atau dalam kehidupan sehari-hari, Bu/Pak?").
Untuk problem solving dan decision making, kemungkinan besar pewawancara akan menanyakan kemungkinan-kemungkinan tertentu (menyajikan sebuah situasi fiktif) kemudian kita diminta menunjukkan sikap kita bila berada di dalam situasi tersebut.
Untuk yang lainnya, kita perlu mengetahui apa requirement dari pekerjaan yang kita tuju, lalu kita menampilkan kualitas terbaik yang ada dalam diri kita (ingat, yang ada dalam diri kita). Karena ini wawancara psikologi, maka tidak akan ada hal teknis yang akan diungkap di sini seperti -untuk pekerjaan auditor- saya jago audit, teori-teori audit sudah saya kuasai semua dan lain-lain. Jelas yang akan digali adalah hal-hal yang bersifat psikologis, seperti nilai-nilai, minat, sikap dan kepribadian.
Pewawancara tidak hanya memberikan penilaian berdasarkan jawaban. Sikap, tingkah laku, kecenderungan, pemilihan kata dan lain-lain akan menjadi faktor-faktor yang memberi kontribusi pada penilaian secara keseluruhan.
Mengenai apakah ada hubungannya wawancara ini dengan hasil tes sebelumnya, saya mengungkapkan pendapat pribadi saya kepada teman saya itu. Menurut saya, proses seleksi biasanya memakan biaya besar sehingga kalau bisa tes dibuat seefisien mungkin. Apabila sebuah kualitas sudah dapat tergali dari satu tahap (yang membuat sebagian peserta gugur dan sebagiannya lagi lolos), maka hal tersebut tidak akan diukur lagi di tahap berikutnya. Tahap berikutnya dilaksanakan tentu untuk menggali kualitas lain yang belum digali di tahap sebelumnya.
Ya,, mudah-mudahan teman saya mendapatkan yang terbaik untuk dia :)
Wihhh
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusArtikelnya keren, paham dengan penjelasan diatas
BalasHapusmantap..
BalasHapus