Mental Disorder


Mental disorder adalah kondisi psikologis yang memiliki pola tertentu, yang bisa tampak dari perilaku seseorang. Gangguan ini umumnya terjadi karena sesorang merasa tertekan atau tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial budaya, maupun fakor genetik dan kesalahan pada saat ibu mengandung.

Nah, jenis dari gangguan jiwa atau mental disorder ini sangat banyak dan bervariasi.  Para psikiater dan psikolog di Indonesia biasanya mengacu pada Manual Diagnostik  yang  disusun oleh  Asosiasi  Psikiater Amerika (APA) untuk menentukan gangguan apa yang dialami oleh seseorang. Secara ringkas, berikut beberapa dari gangguan mental yang umumnya kita temui di lingkungan kita.

1.   Depresi
Depresi merupakan kata yang mungkin sudah sering kita dengar dan kita gunakan untuk mendeskripsikan keadaan seseorang yang down, sedih dan menderita. Depresi sebenarnya adalah suatu keadaan dimana seseorang kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari atau pada kegiatan yang sebelumnya sangat disukai. Depresi menyebabkan seseorang merasa sedih, cemas, hampa, tak berpengharapan, merasa tak dapat ditolong, tidak berharga, bersalah, gelisah dan cepat marah, kehilangan nafsu makan (atau kelebihan nafsu makan), kelelahan yang amat sangat, insomnia, bahkan sampai bunuh diri.

Depresi disebabkan karena beberapa faktor seperti genetis, kepribadian, tekanan dari lingkungan dan konsumsi zat tertentu. Treatment untuk para penderita depresi bisa dilakukan melalui obat-obatan anti depresan serta terapi psikologis.

2.   Schizophrenia
Schizophrenia adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran yang aneh, ketidakmampuan memberikan respon emosional secara tepat. Orang-orang yang mengalami schizophrenia seringkali dianggap sebagai “orang gilaoleh orang-orang di sekitarnya. Ciri schizophrenia yang paling khas adalah adanya halusinasi dan delusi.

Halusinasi adalah persepsi dalam kondisi sadar tanpa adanya stimulus nyata pada alat indera.  Secara normal, alat indera kita dapat menangkap stimulus, seperti melihat benda, mendengarkan suara atau merasakan sentuhan. Orang yang mengalami halusinasi merasa dapat melihat, mendengar atau merasakan sesuatu padahal tidak ada stimulus (benda yang dilihat atau suara yang didengar sebenarnya tidak ada).

Delusi adalah keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang, padahal tidak ada bukti mengenai keyakinan itu. Misalnya, seseorang yakin dirinya adalah agen rahasia Rusia, padahal sebenarnya dirinya adalah seorang dosen. (Film beautiful mind). Delusi dan halusinasi menyebabkan seseorang tidak hidup di dunia nyata melainkan hidup dalam pikiran dan perasaannya yang tidak nyata.

Treatment untuk penderita schizophrenia dimulai dengan membangun kesadaran dan penerimaan bahwa dirinya menderita sakit. Penderita schizophrenia terlebih dulu harus menerima bahwa apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan diyakininya tidaklah nyata. Selain itu, para psikiater juga memberikan obat-obatan yang dapat mengurangi halusinasi penderita.

3.   Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan (anxiety disorser) merupakan gangguan kejiwaan dimana seseorang merasakan kecemasan dan ketakutan yang bersifat abnormal dan patologis. Ada beberapa jenis gangguan kecemasan, di antaranya Panik (Panic disorder) dan Phobia.

Panic  disorder  adalah suatu periode dimana seseorang benar-benar merasakan ketakutan padahal tidak ada bahaya nyata yang mengancam. Ketakutan ini dimulai dari serangan panic (panic attack) yang muncul secara tiba-tiba dan  mengakibatkan munculnya gejala fisik dan kognitif seperti jantung berdebar-debar, menggigil, berkeringat, gemetar, terguncang, nafas pendek dan terputus-putus, sakit dada, panas dingin, pingsan,  merasa gila dan takut mati, diikuti dengan kekhawatiran akan ada lagi bahaya selanjutnya yang mengancam. Kekhawatiran tersebut kemudian berimplikasi pada perubahan yang signifikan pada perilaku si penderita.

Phobia adalah gangguan yang ditandai dengan ketakutan tak beralasan yang menetap dan abnormal pada objek atau situasi tertentu (ketinggian, hewan-hewan tertentu, situasi social, darah, jarum suntik dll). Bila orang dengan gangguan phobia dihadapkan pada objek phobianya, maka akan muncul reaksi kecemasan seperti serangan panik.
Sebenarnya orang yang menderita phobia menyadari bahwa ketakutan yang ia alami adalah berlebihan dan tak beralasan, namun ia tetap menghindari objek atau situasi phobianya. Penghidaran tersebut dapat menyebabkan stress dan mempengaruhi rutinitas orang yang bersangkutan.
Treatmen untuk mengatasi phobia ada bermacam-macam, namun yang paling umum dilakukan adalah desensitisasi, yaitu mendekatkan objek phobia sedikit demi sedikit pada si penderita (mulai dari gambar objek, foto, sedikit bagian dari objek, dan seterusnya) sampai ia dapat mengatasi ketakutannya.

4.   Gangguan Identitas Gender dan seksual

Dalam lingkup perilaku seksual, konsep yang kita miliki tentang apa yang normal dan apa yang tidak sangat dipengaruhi oleh sosiokultural. Sebagai contoh, homoseksual (gay dan lesbian) di Amerika Serikat tidak lagi dianggap sebagi bentuk penyakit mental, namun di negara kita, kaum homoseksual masih dianggap sebagai devian, yang mengalami gangguan mental. Berikut beberapa gangguan Identitas Gender dan seksual:

a.   Gangguan identitas gender (transgender)
Identitas gender (gender identity) adalah bagaimana seseorang merasa bahwa ia adalah seorang pria atau seorang wanita. Identitas gender didasarkan dengan anatomi biologis. Normalnya, identitas gender sesuai dengan anatomi biologis, namun, pada Gangguan Identitas Gender, ada ketidaksesuaian antara perasaan dengan anatomi biologis (misal: secara biologis laki-laki – beralat kelamin pria lengkap – namun merasa sebagai perempuan, yang terpenjara dalam tubuh seorang laki-laki).
Walaupun angka keseluruhan gangguan identitas gender ini tidak diketahui, gangguan ini diyakini muncul lebih banyak pada pria dibanding wanita.
Banyak orang dewasa transeksual yang melakukan operasi perubahan gender. Pada operasi ini akan dibentuk alat genital eksternal yang semirip mungkin dengan alat genital gender yang diinginkan. Orang yang telah menjalani operasi ini dapat melakukan aktivitas seksual, bahkan mencapai orgasme, namun mereka tidak dapat memiliki anak karena tidak memiliki organ reproduksi.

b.   Homoseksual
Homoseksual adalah gangguan yang menyangkut orientasi seksual seseorang. Orientasi seksual merupakan pola ketertarikan seksual emosional, romantik dan/atau seksual pada jenis kelamin tertentu. Normalnya, seseorang akan berorientasi seksual pada lawan jenisnya (laki-laki kepada perempuan dan sebaliknya), namun kaum homoseksual memiliki orientasi seksual terhadap sesama jenis (laki-laki kepada laki-laki dan perempuan kepada perempuan).

Homoseksual berbeda dengan transgender, karena, para kaum homoseksual tidak mengalami gangguan pada identitas gendernya (dirinya sendiri) melainkan pada orientasi seksualnya (ketertarikan seksual dengan orang lain).
Homoseksual di beberapa negara sudah tidak lagi dianggap sebagai gangguan psikologis. Orang-orang dengan orientasi seksual sama dengan jenis kelaminnya sudah dianggap biasa, diterima, bahkan tidak berusaha untuk dikembalikan (diusahakan untuk memiliki orientasi seksual terhadap jenis kelamin yang berbeda). 



c.   Gangguan keterangsangan seksual (parafilia)
Parafilia merupakan keterangsangan seksual pada objek yang tidak seharusnya atau tidak biasa, misalnya ekshibisionisme (terangsang bila menunjukkan alat genital pada orang yang tidak dikenal agar orang tersebut kaget atau syok), fetishisme (terangsang oleh benda mati seperti bra, cd, stoking, dll), voyeurisme (terangsang oleh aktivitas mengintip orang lain yang sedang melakukan aktivitas seksual), froterisme (terangsang bila menggesek-gesekkan alat kelamin pada orang tak dikenal – biasa terjadi di keramaian/tempat umum), pedofilia (terangsang  pada anak-anak di bawah umur), masokisme seksual (terangsang bila menerima tindak kekerasan dari pasangan), sadisme seksual (terangsang bila melakukan tindak kekerasan pada pasangan),

5.     Gangguan Personality (kepribadian)
a.   Paranoid
Ciri utama dari kepribadian paranoid adalah adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan berlebihan pada orang lain dengan keyakinan bahwa orang lain memiliki maksud jahat bagi dirinya. Orang berkepribadian paranoid menganggap bahwa orang lain akan mengeksploitasi, membahayakan atau mengelabui dirinya padahal tidak ada satu pun bukti yang mendukung anggapannya tersebut. Akibatnya, ia ketakutan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, menolak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat pribadi, bahkan merasa dapat membaca maksud tersembunyi dari suatu kejadian (padahal tidak ada maksud apapun).

b.   Narsistik
Ciri utama dari kepribadian narsistik adalah keinginan untuk dianggap besar (muluk), kebutuhan akan dipuja orang lain serta kurangnya empati. Orang dengan kepribadian narsistik percaya bahwa dirinya adalah seorang superior, unik dan berharap orang lain mengetahui itu. Orang seperti ini merasa bahwa ia hanya dapat dimengerti oleh orang lain yang juga superior, sehingga ia kemudian menghindari bergaul dengan orang-orang yang dianggap tidak selevel dengan dirinya.

c.   Obsesif-Kompulsif
Ciri utama dari kepribadian obsesif-kompulsif adalah perfeksionis, merasakan keasyikan atau kenikmatan pada keteraturan serta tidak fleksibel dan efisien. Orang dengan kepribadian obsesif-kompulsif sangat berhati-hati dan suka melakukan cek ulang pada apa yang sudah dikerjakan (cek ulang ini dilakukan juga berulang-ulang).


Penanganan untuk masing-masing gangguan kejiwaan berbeda-beda. Untuk itu, perlu diadakan asesmen yang mendalam agar dapat disusun program penanganan yang sesuai dengan gangguan yang dialami. 

======================================================================
ditulis untuk Auditoria.
Referensi tulisan:  DSM-IV TR
Sumber Gambar:
1. www.extension.uned.es
2. Psychcentra.com
3. www.charicemania.com
4. www.pastemagazine.com



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ice Breaking Game

Tangkap Jari

Rahasia Kesuksesan Yusuf