Miracle in Cell No.7
Ini satu lagi rekomendasi dari teman saya, Ilham, dengan kata pengantar: sedih, tapi happy ending. Terus terang, saya tidak terlalu suka film-film sad ending karena saya bisa ikut-ikutan sedih seharian, jadi sebelum menonton saya terlebih dahulu bertanya pada beberapa teman. Ternyata mereka sudah pernah menonton film yang rilis tahun 2013 ini dan mengatakan bahwa film ini recommended banget dengan foot note 'jangan lupa siapkan tissue.'
Sebelumnya, saya pernah nonton film yang membuat saya menangis setiap kali saya menontonnya, seperti Titanic (6 x nonton, 6 x nangis-nangis), Hellen Keller dan I am Sam. Katanya, film Miracle in Cell no 7 itu ada kesamaan dengan I am Sam. Saya pikir, bolehlah ditonton.
Awal ceritanya membingungkan, sehingga setelah menonton beberapa menit saya mengulangnya kembali. Ternyata, kesamaan dengan I am Sam adalah tokoh utamanya, seorang lelaki yang mengalami retardasi mental, yang memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil tetapi sangat cerdas.
Film ini menggunakan alur bolak-balik dan terdapat adegan ilusi yang membingungkan, namun secara keseluruhan ceritanya dapat dipahami. Seorang lelaki bernama Lee Yong Gu yang mentally retarded didakwa dengan tuduhan keliru: pembunuhan dan pemerkosaan anak. Ia kemudian dijebloskan ke dalam penjara sambil menunggu sidang putusannya.
Anak Lee Yong Gu yang bernama Ye Sung berjuang untuk membersihkan nama baik ayahnya. Setelah 21 tahun, kasus tersebut dibuka kembali dan dilakukan persidangan ulang. Putusuannya, Lee Yong Gu tidak bersalah.
Yang membuat saya sedih adalah, setelah 21 tahun barulah orang berhasil mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan Lee Yong Gu sudah terlanjur diganjar hukuman mati.
Saya suka sekali bagaimana film ini menampilkan keceriaan dan kegembiraan seorang anak yang dapat bertemu kembali dengan ayahnya setelah terpisah tanpa kabar. Juga bagaimana seorang anak berjuang untuk membersihkan nama baik ayahnya yang telah tiada.
Ada nilai altruisme yang muncul dalam film ini. Lee Yong Gu merupakan seorang berkebutuhan khusus yang pemikirannya dangkal. Ia tidak dapat berpikir licik, atau pun kejam. Ia berusaha membantu siapa pun yang ia rasa memerlukan bantuan, tanpa dapat berpikir apakah orang itu pernah jahat padanya atau tidak. Yang jelas, kebaikan-kebaikan yang ditanam akan selalu berbuah manis, betapa pun pahitnya hal yang kita alami untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu.
Sebelumnya, saya pernah nonton film yang membuat saya menangis setiap kali saya menontonnya, seperti Titanic (6 x nonton, 6 x nangis-nangis), Hellen Keller dan I am Sam. Katanya, film Miracle in Cell no 7 itu ada kesamaan dengan I am Sam. Saya pikir, bolehlah ditonton.
Awal ceritanya membingungkan, sehingga setelah menonton beberapa menit saya mengulangnya kembali. Ternyata, kesamaan dengan I am Sam adalah tokoh utamanya, seorang lelaki yang mengalami retardasi mental, yang memiliki seorang anak perempuan yang masih kecil tetapi sangat cerdas.
Film ini menggunakan alur bolak-balik dan terdapat adegan ilusi yang membingungkan, namun secara keseluruhan ceritanya dapat dipahami. Seorang lelaki bernama Lee Yong Gu yang mentally retarded didakwa dengan tuduhan keliru: pembunuhan dan pemerkosaan anak. Ia kemudian dijebloskan ke dalam penjara sambil menunggu sidang putusannya.
Anak Lee Yong Gu yang bernama Ye Sung berjuang untuk membersihkan nama baik ayahnya. Setelah 21 tahun, kasus tersebut dibuka kembali dan dilakukan persidangan ulang. Putusuannya, Lee Yong Gu tidak bersalah.
Yang membuat saya sedih adalah, setelah 21 tahun barulah orang berhasil mengungkap apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan Lee Yong Gu sudah terlanjur diganjar hukuman mati.
Saya suka sekali bagaimana film ini menampilkan keceriaan dan kegembiraan seorang anak yang dapat bertemu kembali dengan ayahnya setelah terpisah tanpa kabar. Juga bagaimana seorang anak berjuang untuk membersihkan nama baik ayahnya yang telah tiada.
Ada nilai altruisme yang muncul dalam film ini. Lee Yong Gu merupakan seorang berkebutuhan khusus yang pemikirannya dangkal. Ia tidak dapat berpikir licik, atau pun kejam. Ia berusaha membantu siapa pun yang ia rasa memerlukan bantuan, tanpa dapat berpikir apakah orang itu pernah jahat padanya atau tidak. Yang jelas, kebaikan-kebaikan yang ditanam akan selalu berbuah manis, betapa pun pahitnya hal yang kita alami untuk melakukan kebaikan-kebaikan itu.
Komentar
Posting Komentar