Cerita 12 Mei 2014

Kemarin malam ada seorang bapak yang mengamuk di stasiun Djuanda. Ngamuknya dengan suara keras, disertai nada emosi, ditambah perilaku menunjuk-nunjuk ke wajah petugas satpam yang menjaga mesin tap di stasiun, kemudian mengepalkan tinju seolah ingin mendaratkannya tepat di hidung kembang kempis sang petugas. Perkaranya, si bapak tidak rela jika saldo di kartu multi trip miliknya dipotong 7 ribu padahal dia sama sekali belum naik kereta.

Kok bisa?

Jadi ceritanya, kemarin ada pemadaman listrik di Jakarta, yang berimbas pada berbagai lini kehidupan kota termasuk transportasi dengan commuterline. Belum lagi (gosipnya) ada jalur ambles antara gondangdia sampai manggarai yang akhirnya mengakibatkan terjadinya antrian panjang kereta dari stasiun Jakarta Kota baik tujuan Bogor maupun Bekasi. Saking panjangnya antrian, pada jam 17.50 (saat saya tiba di stasiun Juanda), ada rangkaian arah Bekasi yang ngetem di jalur 2. Bahkan kereta tujuan Depok setelahnya juga mandeg di stasiun Sawah Besar (stasiun sebelah utara stasiun Juanda).

Tidak lama kemudian petugas stasiun mengumumkan bahwa rangkaian yang ngetem belum dapat diberangkatkan karena ada antrian sampai stasiun manggarai, sambil meminta maaf kepada para penumpang atas ketidaknyamanan yang terjadi. Para penumpang diminta untuk berpindah ke jalur 1 untuk menaiki kereta ke arah utara karena perjalanan ke Bogor dan Bekasi untuk sementara dialihkan melalui jalur lain. Singkat kata, penumpang disuruh ikut perjalanan memutar.

Setelah pengumuman itu, orang berbondong-bondong pindah ke jalur 1. Ada yang lewat tangga (ini cara pindah jalur yang benar dan disarankan), ada juga yang melompat ke rel kereta kemudian memanjat ke peron 2 (ada ibu-ibu juga lho, malah sampai sudah hampir naik ke peron 2, ia tak kuat mengangkat pantatnya kemudian ia tergelincir lagi ke bawah. Untung saja ia lalu ditolong orang-orang yang berdiri di dekatnya).

Saya mengambil keputusan untuk menunggu keajaiban saja dulu, siapa tahu tiba-tiba gangguan itu kembali normal dalam waktu yang tidak terlalu lama. Saya dan beberapa orang kemudian duduk - saya memilih di pinggir tiang penyangga peron (lebih enak duduk di situ, walaupun depan tong sampah yang penting bisa bersandar).

Namun setelah lama menunggu, keajaiban tak kunjung datang. Kereta bekasi di hadapan saya masih tetap bergeming, tidak ada tanda-tanda akan diberangkatkan. Di tengan kebosanan saya menunggu, saya kemudian mengambil keputusan untuk pindah saja, ke stasiun lain. Pilihannya stasiun Kemayoran, Senen, atau Manggarai, pokoknya pindah. Saya lalu turun, menuju mesin tap. Disitulah saya melihat amukan seorang bapak yang saya ceritakan tadi di atas.

Ternyata, bapak tersebut bernasib sama seperti saya, memilih menunggu keajaiban namun keajaiban tak kunjung datang, sampai akhirnya sudah lebih dari sejam di stasiun Juanda, kemudian memutuskan untuk keluar saja, mencari alternatif lain.

Masalahnya adalah, mesin tap sudah di-set untuk memotong saldo dari kartu multi trip jika kartu tersebut di tap masuk dan keluar di stasiun yang sama dalam jarak waktu lebih dari sejam.

Si bapak tidak terima saldonya terpotong (ini disebut sebagai "kena pinalti"), padahal bukan salahnya ia begitu lama berada di stasiun Juanda tanpa beranjak. Ia berteriak-teriak dan menantang-nantang si petugas satpam sambil melotot. Alisnya yang tebal dan wajahnya yang memerah membuatnya makin terlihat garang di mata saya.

Nah, satpam yang menjelaskan jadi kehabisan kata-kata, karena sebelum selesai bicara, omongannya sudah dipotong oleh si bapak dengan perkataan entah apa. Saya menduga, satpam ingin menjelaskan duduk perkaranya, bahwa mesin itu sudah diset demikian (tak dapat diubah) dan kemudian mungkin akan menawarkan solusi. Tapi si bapak sudah tak dapat menerima penjelasan apapun. Menurut saya, si bapak ini marahnya sebenarnya karena ga bisa pulang cepat. Tapi karena tak dapat marah soal itu, ia jadi mudah marah karena alasan lain.

Setelah marah-marah pada satpam, bapak tersebut kemudian mendatangi kantor kepala stasiun dan marah-marah lagi di sana, sampai orang yang ia marahi enggan menjelaskan duduk perkara atau memberikan solusi melainkan balik belakang dan menutup pintu (aih, kayak lirik lagu ya).

Akhirnya penumpang lain berhasil menenangkan bapak tersebut dengan memberi pengertian bahwa saldo yang terpotong itu akan diganti oleh petugas loket dengan uang tunai. Diamlah dia.

**

Dalam berbagai hal kita sering mudah emosi, dan saat emosi menguasai, kita jadi sulit untuk mendengarkan orang, apalagi mengusahakan diri kita melihat dari sudut pandang berbeda.

Wajar.

Semua manusia punya latar belakang yang khas, ditambah masalah yang dihadapi pun semakin kompleks. Kelelahan fisik pun menjadi salah satu faktor pendukung ketidakmampuan kita mengendalikan emosi. Tapi tentu, hilang kontrol atas emosi lebih membawa dampak negatif bagi kita. Kita tidak dapat membuka diri bagi penjelasan atau juga solusi, karena fokus kita hanya pada menyalurkan emosi. Kalau sudah begitu, bukan jalan keluar yang diperoleh, melainkan tambah masalah baru (salah satunya adalah makin capek).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ice Breaking Game

Tangkap Jari

Rahasia Kesuksesan Yusuf