Di usiaku sekarang….
26 bukan angka yang kecil bagi anak usia 17 tahun (waktu aku berusia 17, usia 26 kuanggap tuaaaaaa)
Tetapi 26 bukan angka yang besar (bagi orang yang berusia di atas 26)
Whatever,..
Yang pasti aku telah hidup lebih dari seperempat abad.
Tidak ada lain selain ucapan syukurku pada Tuhan atas penyertaanNya dalam kehidupanku, sampai di saat ini.
Aku memiliki begitu banyak orang yang mengasihi dan menyayangi aku, Aku juga sudah mendapatkan pekerjaan sebagai berkat Tuhan dalam hidupku. Dan yang paling penting, saat ini aku hidup dan dapat menulis catatan ini…thanks God
Kalau aku menilik perjalanan hidupku, menurutku telah banyak yang aku lalui selama 26 tahun (walau tak dapat dibandingkan dengan orang lain yang berumur lebih tua mau pun lebih muda dari aku)
Sejak lahir sampai usia 14 tahun aku menikmati hidup nyaman dan lengkap di rumah (yang sampai saat ini tetap kuanggap sebagai rumah sejatiku) di dili. Aku mendapatkan semua hal yang aku inginkan, dan aku butuhkan, semua. Namun karena situasi politik yang tak menentu, kondisi pun menjadi tidak aman,, maka orangtuaku memutuskan untuk pindah dari dili. Begitulah aku merasa meninggalkan rumahku dan belum pernah pulang sampai hari ini….
Tapi hal tersebut memberi begitu banyak pelajaran hidup padaku..
Aku belajar bagaimana menerima situasi lain yang baru dan berbeda, dan - tentu saja - tidak nyaman untukku..
Aku belajar berhemat, mengontrol keuangan, membuat perencanaan (karena sejak pindah dari dili kami sekeluarga memang harus sangat berhemat). Aku belajar berjuang mengatasi segala kendala adaptasi, baik terhadap lingkungan fisik mau pun lingkungan sosial.
Di Kupang, misalnya,…
Aku tinggal di sebuah gang yang di dalamnya banyak tinggal anak-anak muda yang doyan kumpul-kumpul sampai larut malam, dan bernyanyi sambil gitaran dengan kencang. Dan karena tepat di depan rumahku ada warung, jadi mereka selalu di nongkrong di warung itu dan aku selalu dapat mendengar suara mereka bernyanyi (sampai pagi)..
Tadinya aku tidak terbiasa. Dulu aku tinggal di sebuah rumah dengan halaman yang cukup luas dan private,, bebas dari keributan (kecuali kalau pas di kota dili lagi ada GPK), sementara di kupang, aku harus beradaptasi dengan situasi baru. Tetapi hal itu membuatku belajar untuk bisa tidur dengan mudah walaupun ada keributan.. (sekarang aku jadi pelor = nempel molor)
Lalu di semarang,..
Aku melakukan banyak penyesuaian diri, mulai dari segi bahasa, pelajaran sekolah (douh…masa sekolahnya dari jam 7 ampe jam setengah 2 full ?!! ga boleh pulang cepet walau pun itu jam kosong), guru-guru, keramaian kota (pergi sekolah harus naik angkot, nunggu angkotnya lama, dan angkotnya minta ampun jeleknya - di kupang angkotnya keren-keren dan full music -), sikap teman-teman (beda banget orang jawa dan orang luar jawa, dan yang ini masih sulit aku jelaskan, hanya bisa kurasakan)
Kemudian di Yogyakarta
Aku menemukan tempat ternyaman dalam hidupku selain di rumahku. Kota Jogja. Semua serba sederhana, lambat, santai,…dan aku begitu menikmatinya sampai akhirnya aku harus pindah ke Jakarta..
Singkatnya,….
Aku mengagumi setiap penyertaan Tuhan di dalam hidupku, setiap kejadian yang semuanya adalah luar biasa bagiku…Aku ingat waktu harus pakai kawat gigi, dan karenanya aku harus menginap 8 malam di rumahsakit (mengidap penyakit aneh akibat obat dari dokter gigi), atau pun momen kelulusanku yang begitu membahagiakan (ehem,..gini-gini aku sempet jadi lulusan terbaik dari psikologi undip januari 2007) hehehe..
Dan semuanya mengajarku untuk selalu bersyukur, bahwa aku memiliki DIA yang tak pernah meninggalkan aku, yang selalu menopang, menggendongku dan memberi aku sukacita, yang menegurku saat ku salah, namun membelaiku dengan lembut sebagai BAPA…
Terima kasih Tuhan
cie..
BalasHapus"lulusan terbaik dari psikologi undip januari 2007"..haha
sekali lagi,,
met ultah mba sandra..
thanks johan ^^,
BalasHapus